MAKALAH
HAKIKAT PRAGMATIK, SITUASI TUTUR, TINDAK TUTUR
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagain Tugas Mata Kuliah Pragmatik
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah sebuah sistem, sehingga memiliki berbagai unsur yang terkandung di dalamnya. Bahasa pun dapat diurai ke dalam unsur-unsur pembentuknya, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Selain itu, bahasa juga merupakan sistem tanda. Hal ini mengandung arti bahwa bahasa yang digunakan itu mewakili hal atau benda yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan masyarakat. Secara eksplisit, bahasa itu memiliki makna. Dengan demikian, bahasa dapat digunakan untuk fungsi komunikatif kepada sesama pengguna bahasa. Parera (2004:3) menjelaskan bahwa ujaran yang secara struktur bunyi, dan morfologis-sintaksis sama, tidak selalu mempunyai tujuan dan fungsi sama. Misalnya, seorang guru mengatakan “Wah, papan tulisnya kotor sekali Nak.” Ujaran tersebut memang berupa kalimat deklaratif, namun ketika ujaran itu disampaikan di kelas bisa jadi memiliki makna suruhan. Hal-hal semacam inilah yang akan dikaji melalui pragmatik. Dalam makalah ini akan membahas sebagian kecil dari apa yang di kaji dalam ilmu pragmatik, diantaranya hakikat pragmatik, situasi tutur, tindak tutur.
B. Rumusan Masalah
Dalam tulisan ini ada dua yang perlu dibahas.
1. Apa hakikat pragmatik ?
2. Apakah konteks dan situasi tutur ?
3. Apa tindak tutur ?
C. Tujuan
Ada dua tujuan pada makalah ini.
1. Mendeskropsikan hakikat pragmatik ?
2. Mendeskripsikan kontek sdan situasi tutur ?
3. Mendeskipsikan tindak tutur ?
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Pragmatik
Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Di sini, pengertian atau pemahaman bahasa menghunjuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan atau ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya.
Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahsa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu. (Nababan, 1987:2).
Pragmatik juga diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran (Kridalaksana, 1993: 177).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tentang batasan pragmatik. Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran.
B. Konteks dan Situasi Tutur
Konteks dan situasi tutur merupakan dua konsep yang berdekatan. Kedekatan dua konsep itu telah menyebabkan tumpang tindihnya analisis. Pada satu pandangan konteks mencakup situasi. Sememntara itu, pada pandangan lain konteks tercakup di dalam situasi tutur (Rustono, 1999). Oleh karena itu di dalam memahami sebuah tuturan, perlu diketahui konteks dan situasi tutur yang melatarbelakanginya. Konteks sangat menentukan makna suatu ujaran, apabila konteks berubah maka berubah pulalah makna suatu ujaran.
Konteks adalah kondisi dimana suatu keadaan terjadi. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Konteks merupakan sesuatu yang menjadi sarana penjelas suatu maksud. Sarana itu meliputi dua macam, yang pertama berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud, dan yang kedua berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian.
Konteks meliputi semua latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh penutur dan lawan tutur, serta yang menunjang interpretasi lawan tutur terhadap apa yang dimaksud penutur dengan suatu ucapan tertentu.
1. Konteks Fisik
Konteks fisik (physical context) yang meliputi terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari para peran-peran dalam peristiwa itu.
2. Konteks Epistemis
Konteks epistemis (epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara atau pendengar.
3. Konteks Sosial
Konteks sosial (social context) yaitu relasi sosial dan latar seting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur) dengan pendengar.
Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidetifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Penentuan maksud situasi tutur tanpa mengkalkulasi situasi tutur merupakan langkah yang memadai. Komponen-komponen situasi tutur menjadi kriteria penting di dalam menentukan maksud suatu tuturan.
Leech (1983: 13-15) berpendapat bahwa situasi tutur itu mencakupi: penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.
Di dalam sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya. Pada kenyataannya terjadi bermacam-macam maksud dapat diekspresi dengan sebuah tuturan, atau sebaliknya, bermacam-macam tuturan dapat mengungkapkan sebuah maksud. Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan, Leech (dalam Wijana 1996) mengemukakan bahwa situasi tutur mencakup lima komponen, yaitu:
a. Penutur dan lawan tutur yaitu usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dsb.
b. Konteks tuturan mencakup konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial dari tuturan yang bersangkutan.
c. Tujuan tuturan yang merupakan bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas yakni bahwa tindak tutur merupakan tindakan juga yang diperankan oleh alat ucap.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal berupa tindak mengekspresikan kata-kata atau bahasa.
Kelima komponen itu menyusun suatu situasi tutur di dalam peristiwa tutur atau speech event. Komponen lain yang juga dapat menjadi unsur situasi tutur antara lain waktu dan tempat pada saat tuturan itu diproduksi. Tuturan yang sama dapat memiliki maksud yang berbeda akibat perbedaan waktu dan tempat sebagai latar tuturan.
C. Tindak Tutur
Tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik sehingga bersifat pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik lain seperti praanggapan, prinsip kerja sama, dan prinsip kesantunan.
Tindak tutur memiliki bentuk yang bervariasi untuk menyatakan suatu tujuan. Misalnya menurut ketentuan hukum yang berlaku di negara ini, “Saya memerintahkan anda untuk meninggalkan gedung ini segera”. Tuturan tersebut juga dapat dinyatakan dengan tuturan “Mohon anda meninggalkan tempat ini sekarang juga” atau cukup dengan tuturan “Keluar”. Ketiga contoh tuturan di atas dapat ditafsirkan sebagai perintah apabila konteksnya sesuai. tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsugannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. (chaer 2004 : 16)
Tindak Ujaran merupakan aksi (tindakan) dengan menggunakan bahasa (Djajasudarma,1994: 63). Bahasa digunakan pada hampir semua aktivitas. Kita menggunakan bahasa untuk menyatakan informasi (permohonan informasi, memerintah, mengajukan, permohonan, mengingatkan, bertaruh, menasehati, dan sebagainya.
Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah kemampuan seorang individu melakukan tindak ujaran yang mempunyai maksud tertentu sesuai dengan situasi tertentu. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa tindak tutur yang lebih ditekankan ialah arti tindakan dalam tuturannya. Hal ini sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, yang bertujuan untuk merumuskan maksud dan melahirkan perasaan penutur.
Sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur ilokusi. Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tuturan ini disebut sebagai The act of saying something. Dalam tindak lokusi, tuturan dilakukan hanya untuk menyatakan sesuatu tanpa ada tendensi atau tujuan yang lain, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi relatif mudah untuk diindentifikasikan dalam tuturan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur (Wijana, 1996:18).
Searle di dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language (dalam Wijana,1996: 17). Mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).
1. Tindak Lokusi, yaitu tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying Something.
Contoh: Ikan paus adalah binatang menyusui
Kalimat diatas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.
2. Tindak Ilokusi, yaitu sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur ilokusi. Tidak ilokusi disebut juga The Act of Doing Something.
Contoh: Rambutmu sudah panjang
Kalimat diatas bila diucapkan oleh seorang laki-laki kepada pacarya, mungkin berfungsi untuk menyatakan kekaguman atau kegembiraan. Akan tetapi, bila diutarakan oleh seorang ibu kepada anak lelakinya, atau oleh seorang istri kepada suaminya, kalimat ini dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintahkan anak atau suami tersebut untuk memotong rambutnya.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa tindak ilokusi sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya. Dengan demikian tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.
3. Tindak Perlokusi, yaitu sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang sering kali mempunyai daya pengaruh (perlocituonary force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan tindak perlokusi. Tindak ini disebut The Act of Affecting Someone.
Contoh: Kemarin saya sangat sibuk
Kalimat diatas bila diutarakan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf, dan perlokusinya (efek) yang diharapkan adalah orang yang mengundang dapat memakluminya.
Pembagian tindak tutur berdasarkan maksud penutur ketika berbicara (ilokusi) Searle membagi dalam lima jenis. Pembagian ini menurut Searle (1980:16) didasarkan atas asumsi “Berbicara menggunakan suatu bahasa adalah mewujudkan prilaku dalam aturan yang tertentu”. Kelima tindak tutur tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tindak tutur repesentatif,
tindak tutur yang berfungsi untuk menetapkan atau menjeslakan sesuatu apa adanya. Tindak tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan, memberitahukan, menjelaskan, mempertahankan, menolak dan lain-lain.
Tindak menyatakan, mempertahankan maksudnya adalah penutur mengucapkan sesuatu, maka mitra tutur percaya terhadat ujaran penutur. Tindak melaporkan memberitahukan, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka penutur percaya bahwa telah terjadi sesuatu. Tindak menolak, menyangkal, maksudnya penutur mengucapkan sesuatu maka mitra tutur percaya bahwa terdapat alasan untuk tidak percaya. Tindak menyetujui, menggakui, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka mitra tutur percaya bahwa apa yang diujarkan oleh penutur berbeda dengan apa yang ia inginkan dan berbeda dengan pendapat semula.
Guru : Pokok bahasan kita hari ini mengenai analisis wacana.
Tuturan guru di atas, merupakan salah satu contoh tindak tutur representatif yang termasuk mdalam tindak memberitahukan.
2. Tindak tutur komisif,
tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukan sesuatu, seperti berjanji, bernazar, bersumpah, dan ancaman. Komisit terdiri dari 2 tipe, yaitu promises (menyajikan) dan offers (menawarkan) Tindak menjanjikan, mengutuk dan bersumpah maksudnya adalah penutur menjajikan mitra tutur untuk melakukan A, berdasarkan kondisi mitra tutur menunjukkan dia ingin penutur melakukan A.
Contoh : saya berjanji akan datang besok
Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak komisif yang termasuk dalam menjanjikan.
3. Tinddak tutur direkfif,
tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya menyuruh, perintah, meminta. direktif mengespresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur, mislnya meminta, memohon, mengajak, bertanya, memerintah, dan menyarankan.
Tindak meminta maksunya ketika mengucapkan sesuatu, penutur meminta mitra tutur untuk melakukan A, maksudnya mitra tutur melakukan A, karena keinginan penutur. Tindak memerintah, maksudnya ketika penutur mengekspresikan keinginannya pada mitra tutur untuk melakukan A, mitra tutur harus melakukan A, mitra tutur melakukan A karena keinginan penutur. Tindak bertanya, ketika mengucapkan sesuatu penutur bertanya, mengekspresikan keingin kepada mitratutur, mitra tutur menjawab apa yang ditanya oleh penutur.
Guru : Siapa yang piket hari ini?
Siswa : Ani (siswa yang bersangkutan maju)
Tuturan di atas, merupakan suatu pernyatan yang tujuannya meminta informasi mitra tutur.
Guru : Coba, ulangi jawabannya.
Tuturan ini juga termasuk tindak tutur direktif yang maksudnya menyuruh meminta si A mengulangi kembali jawabannya.
4. Tindak tutur ekspresif, tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa tindak meminta maaf, berterimakasih,menyampaikan ucapan selamat, memuji, mengkritik.
Penutur mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa rutinitas maupun yang murni. Perasaan dan pengekspresian penutur untuk jenis situasi tertentu yang dapat berupa tindak penyampaian salam (greeting) yang mengekspresikan rasa senang, karena bertemu dan melihat seseorang, tindak berterimakasih (thanking) yang mengekspresikan rasa syukur, karena telah menerima sesuatu. Tindak meminta maaf (apologizing) mengekspresikan simpati, karena penutur telah melukai atau mengganggu mitra tutur.
Contoh : Ya, bagus sekali nilai rapormu.
Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak ekspresif yang termasuk pujian.
5. Tindak tutur deklaratif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untk memantapkan sesuatu yang dinyatakan, atara lain dengan setuju, tidak setuju, benar-benar salah, dan sebagainya
Siswa : Menurut saya, salah satu faktor yang mempengaruhi kecurangan siswa dalam menjawab ujian adalah ketidaksiapan belajar untuk menghadapi ujian itu sendiri. Bagaimana Pak?
Guru : Ya, saya setuju dengan pendapat kamu.
DAFTAR PUSTAKA
Parera, J.D. (1984). Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia
Rustono. 1999. Pokok- Pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press
Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta : Penerbit Andi
Chaer, Abdul. 2003. Lingusitik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Searle, John R. 1969. Speech Act: an Essay in The Philosophy of Language. Cambridge: Cambridge University Press.
A. Hakikat Pragmatik
Pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Di sini, pengertian atau pemahaman bahasa menghunjuk kepada fakta bahwa untuk mengerti sesuatu ungkapan atau ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaiannya.
Pragmatik ialah kajian tentang kemampuan pemakai bahsa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu. (Nababan, 1987:2).
Pragmatik juga diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran (Kridalaksana, 1993: 177).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tentang batasan pragmatik. Pragmatik adalah suatu telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi peserta tutur dalam menafsirkan kalimat atau menelaah makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran.
B. Konteks dan Situasi Tutur
Konteks dan situasi tutur merupakan dua konsep yang berdekatan. Kedekatan dua konsep itu telah menyebabkan tumpang tindihnya analisis. Pada satu pandangan konteks mencakup situasi. Sememntara itu, pada pandangan lain konteks tercakup di dalam situasi tutur (Rustono, 1999). Oleh karena itu di dalam memahami sebuah tuturan, perlu diketahui konteks dan situasi tutur yang melatarbelakanginya. Konteks sangat menentukan makna suatu ujaran, apabila konteks berubah maka berubah pulalah makna suatu ujaran.
Konteks adalah kondisi dimana suatu keadaan terjadi. Konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Konteks merupakan sesuatu yang menjadi sarana penjelas suatu maksud. Sarana itu meliputi dua macam, yang pertama berupa bagian ekspresi yang dapat mendukung kejelasan maksud, dan yang kedua berupa situasi yang berhubungan dengan suatu kejadian.
Konteks meliputi semua latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh penutur dan lawan tutur, serta yang menunjang interpretasi lawan tutur terhadap apa yang dimaksud penutur dengan suatu ucapan tertentu.
1. Konteks Fisik
Konteks fisik (physical context) yang meliputi terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari para peran-peran dalam peristiwa itu.
2. Konteks Epistemis
Konteks epistemis (epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara atau pendengar.
3. Konteks Sosial
Konteks sosial (social context) yaitu relasi sosial dan latar seting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur) dengan pendengar.
Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidetifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Penentuan maksud situasi tutur tanpa mengkalkulasi situasi tutur merupakan langkah yang memadai. Komponen-komponen situasi tutur menjadi kriteria penting di dalam menentukan maksud suatu tuturan.
Leech (1983: 13-15) berpendapat bahwa situasi tutur itu mencakupi: penutur dan mitra tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal.
Di dalam sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya. Pada kenyataannya terjadi bermacam-macam maksud dapat diekspresi dengan sebuah tuturan, atau sebaliknya, bermacam-macam tuturan dapat mengungkapkan sebuah maksud. Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan, Leech (dalam Wijana 1996) mengemukakan bahwa situasi tutur mencakup lima komponen, yaitu:
a. Penutur dan lawan tutur yaitu usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dsb.
b. Konteks tuturan mencakup konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial dari tuturan yang bersangkutan.
c. Tujuan tuturan yang merupakan bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas yakni bahwa tindak tutur merupakan tindakan juga yang diperankan oleh alat ucap.
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal berupa tindak mengekspresikan kata-kata atau bahasa.
Kelima komponen itu menyusun suatu situasi tutur di dalam peristiwa tutur atau speech event. Komponen lain yang juga dapat menjadi unsur situasi tutur antara lain waktu dan tempat pada saat tuturan itu diproduksi. Tuturan yang sama dapat memiliki maksud yang berbeda akibat perbedaan waktu dan tempat sebagai latar tuturan.
C. Tindak Tutur
Tindak tutur atau tindak ujar (speech act) merupakan entitas yang bersifat sentral dalam pragmatik sehingga bersifat pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik lain seperti praanggapan, prinsip kerja sama, dan prinsip kesantunan.
Tindak tutur memiliki bentuk yang bervariasi untuk menyatakan suatu tujuan. Misalnya menurut ketentuan hukum yang berlaku di negara ini, “Saya memerintahkan anda untuk meninggalkan gedung ini segera”. Tuturan tersebut juga dapat dinyatakan dengan tuturan “Mohon anda meninggalkan tempat ini sekarang juga” atau cukup dengan tuturan “Keluar”. Ketiga contoh tuturan di atas dapat ditafsirkan sebagai perintah apabila konteksnya sesuai. tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsugannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. (chaer 2004 : 16)
Tindak Ujaran merupakan aksi (tindakan) dengan menggunakan bahasa (Djajasudarma,1994: 63). Bahasa digunakan pada hampir semua aktivitas. Kita menggunakan bahasa untuk menyatakan informasi (permohonan informasi, memerintah, mengajukan, permohonan, mengingatkan, bertaruh, menasehati, dan sebagainya.
Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah kemampuan seorang individu melakukan tindak ujaran yang mempunyai maksud tertentu sesuai dengan situasi tertentu. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa tindak tutur yang lebih ditekankan ialah arti tindakan dalam tuturannya. Hal ini sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, yang bertujuan untuk merumuskan maksud dan melahirkan perasaan penutur.
Sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur ilokusi. Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tuturan ini disebut sebagai The act of saying something. Dalam tindak lokusi, tuturan dilakukan hanya untuk menyatakan sesuatu tanpa ada tendensi atau tujuan yang lain, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi relatif mudah untuk diindentifikasikan dalam tuturan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur (Wijana, 1996:18).
Searle di dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language (dalam Wijana,1996: 17). Mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yaitu tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (illocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act).
1. Tindak Lokusi, yaitu tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Saying Something.
Contoh: Ikan paus adalah binatang menyusui
Kalimat diatas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.
2. Tindak Ilokusi, yaitu sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi, tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur ilokusi. Tidak ilokusi disebut juga The Act of Doing Something.
Contoh: Rambutmu sudah panjang
Kalimat diatas bila diucapkan oleh seorang laki-laki kepada pacarya, mungkin berfungsi untuk menyatakan kekaguman atau kegembiraan. Akan tetapi, bila diutarakan oleh seorang ibu kepada anak lelakinya, atau oleh seorang istri kepada suaminya, kalimat ini dimaksudkan untuk menyuruh atau memerintahkan anak atau suami tersebut untuk memotong rambutnya.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa tindak ilokusi sukar diidentifikasi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya. Dengan demikian tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.
3. Tindak Perlokusi, yaitu sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang sering kali mempunyai daya pengaruh (perlocituonary force), atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan tindak perlokusi. Tindak ini disebut The Act of Affecting Someone.
Contoh: Kemarin saya sangat sibuk
Kalimat diatas bila diutarakan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf, dan perlokusinya (efek) yang diharapkan adalah orang yang mengundang dapat memakluminya.
Pembagian tindak tutur berdasarkan maksud penutur ketika berbicara (ilokusi) Searle membagi dalam lima jenis. Pembagian ini menurut Searle (1980:16) didasarkan atas asumsi “Berbicara menggunakan suatu bahasa adalah mewujudkan prilaku dalam aturan yang tertentu”. Kelima tindak tutur tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tindak tutur repesentatif,
tindak tutur yang berfungsi untuk menetapkan atau menjeslakan sesuatu apa adanya. Tindak tutur ini, seperti menyatakan, melaporkan, memberitahukan, menjelaskan, mempertahankan, menolak dan lain-lain.
Tindak menyatakan, mempertahankan maksudnya adalah penutur mengucapkan sesuatu, maka mitra tutur percaya terhadat ujaran penutur. Tindak melaporkan memberitahukan, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka penutur percaya bahwa telah terjadi sesuatu. Tindak menolak, menyangkal, maksudnya penutur mengucapkan sesuatu maka mitra tutur percaya bahwa terdapat alasan untuk tidak percaya. Tindak menyetujui, menggakui, maksudnya ketika penutur mengujarkan sesuatu, maka mitra tutur percaya bahwa apa yang diujarkan oleh penutur berbeda dengan apa yang ia inginkan dan berbeda dengan pendapat semula.
Guru : Pokok bahasan kita hari ini mengenai analisis wacana.
Tuturan guru di atas, merupakan salah satu contoh tindak tutur representatif yang termasuk mdalam tindak memberitahukan.
2. Tindak tutur komisif,
tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pembicaraan melakukan sesuatu, seperti berjanji, bernazar, bersumpah, dan ancaman. Komisit terdiri dari 2 tipe, yaitu promises (menyajikan) dan offers (menawarkan) Tindak menjanjikan, mengutuk dan bersumpah maksudnya adalah penutur menjajikan mitra tutur untuk melakukan A, berdasarkan kondisi mitra tutur menunjukkan dia ingin penutur melakukan A.
Contoh : saya berjanji akan datang besok
Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak komisif yang termasuk dalam menjanjikan.
3. Tinddak tutur direkfif,
tindak tutur yang berfungsi untuk mendorong pendengar melakukan sesuatu, misalnya menyuruh, perintah, meminta. direktif mengespresikan sikap penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur, mislnya meminta, memohon, mengajak, bertanya, memerintah, dan menyarankan.
Tindak meminta maksunya ketika mengucapkan sesuatu, penutur meminta mitra tutur untuk melakukan A, maksudnya mitra tutur melakukan A, karena keinginan penutur. Tindak memerintah, maksudnya ketika penutur mengekspresikan keinginannya pada mitra tutur untuk melakukan A, mitra tutur harus melakukan A, mitra tutur melakukan A karena keinginan penutur. Tindak bertanya, ketika mengucapkan sesuatu penutur bertanya, mengekspresikan keingin kepada mitratutur, mitra tutur menjawab apa yang ditanya oleh penutur.
Guru : Siapa yang piket hari ini?
Siswa : Ani (siswa yang bersangkutan maju)
Tuturan di atas, merupakan suatu pernyatan yang tujuannya meminta informasi mitra tutur.
Guru : Coba, ulangi jawabannya.
Tuturan ini juga termasuk tindak tutur direktif yang maksudnya menyuruh meminta si A mengulangi kembali jawabannya.
4. Tindak tutur ekspresif, tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap. Tindak tutur ini berupa tindak meminta maaf, berterimakasih,menyampaikan ucapan selamat, memuji, mengkritik.
Penutur mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur baik yang berupa rutinitas maupun yang murni. Perasaan dan pengekspresian penutur untuk jenis situasi tertentu yang dapat berupa tindak penyampaian salam (greeting) yang mengekspresikan rasa senang, karena bertemu dan melihat seseorang, tindak berterimakasih (thanking) yang mengekspresikan rasa syukur, karena telah menerima sesuatu. Tindak meminta maaf (apologizing) mengekspresikan simpati, karena penutur telah melukai atau mengganggu mitra tutur.
Contoh : Ya, bagus sekali nilai rapormu.
Tuturan di atas, merupakan salah satu contoh tindak ekspresif yang termasuk pujian.
5. Tindak tutur deklaratif, yaitu tindak tutur yang berfungsi untk memantapkan sesuatu yang dinyatakan, atara lain dengan setuju, tidak setuju, benar-benar salah, dan sebagainya
Siswa : Menurut saya, salah satu faktor yang mempengaruhi kecurangan siswa dalam menjawab ujian adalah ketidaksiapan belajar untuk menghadapi ujian itu sendiri. Bagaimana Pak?
Guru : Ya, saya setuju dengan pendapat kamu.
DAFTAR PUSTAKA
Parera, J.D. (1984). Belajar Mengemukakan Pendapat. Jakarta: Erlangga.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia
Rustono. 1999. Pokok- Pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press
Leech, Geoffrey. 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta : Penerbit Andi
Chaer, Abdul. 2003. Lingusitik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Searle, John R. 1969. Speech Act: an Essay in The Philosophy of Language. Cambridge: Cambridge University Press.