Showing posts with label Wisata Budaya. Show all posts


Wisata Pacitan memang begitu lengkap, dari deretan wisata goa, ratusan wisata pantai, wisata sejarah, di kabupaten pacitan juga kaya akan wisata budaya, tetaken salahsatunya. Satu tradisi unik yang menambah daftar kekayaan wisata budaya di Pacitan, khususnya di Kebonagung, yakni budaya eret. Eret ini digelar di Pantai Worawari, Desa Worawari Kebonagung, Kota Pacitan, Jawa Timur.

Budaya eret yang rutin digelar di Pantai Dangkal Worawari, Kebonagung ini sebenarnya sudah dilaksanakan setiap tahun. Hanya saja, secara resmi dari pihak Pemerintah Kabupaten Pacitan baru meresmikan dan dilaunching langsung oleh Bupati Pacitan, Indartato, Jum’at (3/1/2014). Upacara adat Eret diharapkan menjadi satu agenda wisata budaya di Pacitan, seperti Ceprotan, Tetaken dan Baritan.

Eret adalah mencari ikan dengan metode jaring panjang yang dipasang melingkari teluk. Kedua ujung jaring ada di daratan dan kemudian ditarik secara bersama-sama untuk menggiring ikan kearah pesisir. Kurang lebih untuk menarik jaring tersebut dibutuhkan 20 sampai 40an orang. Eret sendiri memiliki makna dari bentuk kerjasama dan menumbuhkan rasa kegotongroyongan antar warga, saling membantu serta saling meringankan beban sesamanya. Ikan yg berhasil digiring nantinya akan terperangkap ke dalam jaring panjang tersebut, atau menangkap ikan jaring keruk.

Kemudian hasil tangkapan ikan biasanya akan dibagi merata kepada seluruh warga yang ikut menarik jaring. Untuk upacara ini sendiri diawali dengan ritual doa dan memohon agar diberikan hasil tangkapan ikan yang melimpah. (BM/3/2016)



Ritual Tetaken merupakan upacara “bersih desa” yang kini dijadikan agenda tahunan wisata budaya di daerah ini. Digambarkan dalam ritual ini, sang juru kunci Gunung Lima turun gunung. Bersama para cantriknya yang sekaligus murid-muridnya. Upacara berbentuk ritual ini sudah turun temurun dilaksanakan masyarakat di lereng Gunung Limo, pada tanggal 15 Syuro terdapat tradisi ritual rutin tiap tahun yang disebut Tetaken.

Tetaken dikenal sejak dahulu sebagai upacara adat yang digelar oleh masyarakat yang berada di lereng Gunung Limo Desa Mantren Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Tetaken berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti teteki atau maknanya adalah pertaapaan. Tak heran, dalam pelaksanaan ritual ini, suasana religius yang kental namun sederhana menandai ritual ini. 

Sejarah Upacara ritual tetaken ini bermula dengan kisah, ketika Tunggul Wulung bersama Mbah Brayut mengembara. Tujuan, melakukan pengabdian dan menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa setelah bertapa di Gunung Lawu. Namun, dalam perjalanan, dua orang ini berpisah. Mbah Brayat memilih tinggal di Sidomulyo, sementara Kiai Tunggul Wulung memilih lokasi yang sepi di puncak Gunung Lima Kebonagung. Diceritakan juga bahwa Kyai Tunggul Wulung adalah orang pertama yang melakukan babat alas di kawasan Gunung Lima yang kelak kemudian disebut Mantren.


Upacara Ceprotan, adalah upacara ritual khas masyarakat Pacitan, khususnya masyarakat Desa Sekar Kecamatan Donorojo yang selalu dilaksanakan tiap tahun pada bulan Dzulqaidah (Longkang), pada hari Senin Kliwon. Acara ini diselenggarakan untuk mengenang pendiri desa Sekar yaitu Dewi Sekartaji dan Panji Asmorobangun melalui kegiatan bersih desa. Upacara ini diyakini dapat menjauhkan desa dari bencana dan memperlancar kegiatan pertanian. Rangkaian seremoni sakral Ceprotan, dimulai dari pengumpulan ayam dari beberapa warga. Upacara dipimpin oleh kepala desa dan melibatkan kepala dusun. Puncak acara Ceprotan berlangsung pada sore hari dimana matahari mulai terbenam, diawali dengan tarian surup atau "Terbenamnya Matahari" kemudian juru kunci membacakan doa, serta lurah desa merepresentasikan diri sebagai perwujudan Ki Godeg, sedangkan Istrinya sebagai Dewi Sekartaji.

AAA

[random][video][#8e44ad]
Powered by Blogger.