Ritrual Tradisi Tetaken, Wisata Budaya Kabupaten Pacitan yang Penuh Makna



Ritual Tetaken merupakan upacara “bersih desa” yang kini dijadikan agenda tahunan wisata budaya di daerah ini. Digambarkan dalam ritual ini, sang juru kunci Gunung Lima turun gunung. Bersama para cantriknya yang sekaligus murid-muridnya. Upacara berbentuk ritual ini sudah turun temurun dilaksanakan masyarakat di lereng Gunung Limo, pada tanggal 15 Syuro terdapat tradisi ritual rutin tiap tahun yang disebut Tetaken.

Tetaken dikenal sejak dahulu sebagai upacara adat yang digelar oleh masyarakat yang berada di lereng Gunung Limo Desa Mantren Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Tetaken berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti teteki atau maknanya adalah pertaapaan. Tak heran, dalam pelaksanaan ritual ini, suasana religius yang kental namun sederhana menandai ritual ini. 

Sejarah Upacara ritual tetaken ini bermula dengan kisah, ketika Tunggul Wulung bersama Mbah Brayut mengembara. Tujuan, melakukan pengabdian dan menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa setelah bertapa di Gunung Lawu. Namun, dalam perjalanan, dua orang ini berpisah. Mbah Brayat memilih tinggal di Sidomulyo, sementara Kiai Tunggul Wulung memilih lokasi yang sepi di puncak Gunung Lima Kebonagung. Diceritakan juga bahwa Kyai Tunggul Wulung adalah orang pertama yang melakukan babat alas di kawasan Gunung Lima yang kelak kemudian disebut Mantren.